Minggu, 11 Oktober 2020

Jakarta PSBBBBBBBBBBBBBB lagi....

Akhirnya, setelah ramai-ramai didatangi massa pendemo dari luar Jakarta, yang kebanyakan berstatus pekerjaan tidak jelas, termasuk pelajar a.k.a. bocah, Jakarta kembali memutuskan perpanjangan masa PSBB..... Setelah mengalami beberapa kali perpanjangan, apalagi sehubungan dengan demo tempo hari, kini PSBB menjadi PSBBBBBBBB....... ya pokoknya panjang deh..... PSBBB....BBB... ini merupakan singkatan dari

Pembatasan Sosial Berskala Besar. Beneran. Buruh bersedia berkompromi, bekerjasama, bukan berdemo. Bocah biasa bau bebek, belum bisa berpikir, bikin berantakan Batavia. Biarpun bocah bedegong bikin berantakan Batavia, bos besar berkesempatan berikan batasan bagi Brimob & Babinsa. "Berusahalah berhenti bernafsu buat berlaku bengis. Bagaimanapun, bocah-bocah belumlah bisa berpikir. Belum berumur....", begitulah bos Batavia beralasan. Bos Batavia bijaksana banget, bersedia bersabar, biarpun bocah-bocah bikin Batavia berantakan, bos besar berulangkali berpikir, bagaimana biar bocah-bocah bengal bisa balik bertemu bokap, biarpun bawa bibit bengék. "Biarin, berani berbuat beranilah bertanggungjawab", begitulah bos besar berkata. 

Begitu bocah banyak berkumpul berbarengan buat bersiap berdemo, bibit bengék berterbangan, bertebaran. Banyak bocah bakalan berjangkitan bengék. Bibit bengék balik bersama bocak, berarti bakalan banyak bengék berjangkitan, bisa bahaya bila begini.... Berdasarkan berita, bos besar bertindak. Berlaku batas-batas, biarpun banyak berimbas. Berat betul..... banyak bapak-bapak & bunda bilang begitu. Bagaimanapun, bila bekerjasama beban berat berasa berkurang. Bukankah begitu? Bekerjasamalah, berjnjilah buat berhenti berdemo, berpikirlah & bertindaklah bijaksana. Bila bengék berlarut, banyak bisnis bisa bangkrut. Beneran, bung....


Masker melindungi tubuh terhadap virus dari luar. Lindungi pula tubuh anda dari dalam dengan konsumsi suplemen CNC Herbal. Produk kami dapat dilihat di sini, atau bisa langsung kunjungi Shopee kami. Terima kasih sudah berkenan membaca postingan géjé ini.


Jalani 7 Kebiasaan Ini Agar Coronavirus Lari...

Sudah hampir setahun ini coronavirus (atau lebih tepatnya COVID-19) menyatroni Indonesia, dan tampaknya belum ada tanda-tanda bahwa virus laknat ini akan hengkang dari Bumi Pertiwi. Walaupun obat untuk virus CoV-SARS2 belum resmi ditemukan, tetapi pemahaman akan mekanisme penularannya semakin jelas untuk dipahami. 95% penularan COVID-19 terjadi melalui pernafasan, sedangkan 5% melalui infeksi mata. Karena COVID-19 ditularkan terutama melalui pernafasan, maka memakai masker adalah metode pencegahan yang paling baik. Walaupun begitu, dalam kasus terbaru yang berasaadall dari cluster keluarga, faktanya 90% penderita adalah mereka yang taat pada aturan memakai masker.

 

 

Pertanyaannya, lantas, mengapa ini bisa terjadi? Hasil investigasi lebih lanjut mengungkap bahwa penderita dari cluster keluarga tidak memakai masker ketika berada di rumah. Hal ini bisa dipahami, karena kita tidak mungkin memakai masker ketika makan, mandi, atau tidur. Lalu, haruskah kita tetap memakai masker ketika berada di rumah? Walaupun saya tidak dapat menjawab hal ini, tetapi ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko berjangkitnya COVID-19 dari cluster keluarga.

Berikut adalah 7 hal sederhana yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan COVID-19 dari cluster keluarga.

(1.) Mengganti Baju

Virus corona merupakan tipe airborne, yaitu dapat diterbangkan oleh udara. Oleh karena itu, penting agar ketika kita pulang ke rumah untuk mengganti baju dan merendamnya ke cucian. Hal ini dilakukan agar virus tidak terbang ke udara lalu terhirup.

(2.) Mandi

Ini juga diperlukan, mandilah segera ketika sampai di rumah. Virus dapat menempel pada kulit maupun pakaian. Ketika kering, virus tersebut dapat melayang di udara dan menginfeksi orang yang sehat. Dengan mandi sesegera mungkin setelah sampai di rumah, kita akan meminimalisir resiko tertularnya orang lain ataupun diri kita sendiri.

(3.) Memanaskan Makanan

Walaupun tidak ada bukti bahwa COVID-19 dapat menular dari makanan, tetapi seperti yang telah dijelaskan, virus dapat saja terbang dari makanan ke udara. Oleh karena itu, sebisa mungkin makanan (terutama makanan yang dibeli dari luar) harus dipanaskan sebelum dimakan, walaupun ada beberapa makanan seperti gado-gado yang tidak dapat dipanaskan.

(4.) Menjauhi Binatang Liar

Kucing liar terkadang tampak lucu. Tetapi, ada beberapa kasus bahwa hewan seperti anjing dan kucing dapat membawa (atau bahkan tertular) oleh COVID-19. Oleh karena itu, jika hewan tersebut bukan peliharaan anda, sebaiknya jangan didekati.

(5.) Mencuci Tangan

Seperti telah kita ketahui, himbauan pemerintah untuk mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebaiknya dituruti, agar virus corona dapat 'tercuci' dan hanyut dari tangan.

(6.) Mencuci Masker

Mencuci masker juga penting. Terkadang, masker bisa jadi justru menjadi medium bagi penularan virus corona itu sendiri. Misalnya, ketika anda makan di warung, anda menaruh masker anda di meja. Hal ini tidak baik, dan akan lebih baik jika anda menaruh masker anda di kantong.

(7.) Memakai Soda Kue

Soda kue (baking soda) memiliki rumus kimia NaHCO₃. Anda dapat melarutkan 2 sendok makan soda kue dalam 200 mL air, lalu menyemprotkannya pada permukaan benda apapun. Atau, anda bisa juga menyemprotkannya ke udara seperti anda menyemprotkan obat nyamuk atau pengharum ruangan. Soda kue terdiri dari senyawa kimia bernama natrium bikarbonat, dan akan mengalami reaksi redoks jika terkena kuman atau senyawa kimia tertentu, menghasilkan senyawa garam dan gas CO₂ (karbon dioksida) yang tidak berbahaya.

(8.) Menggunakan Tetes Mata

Walaupun kemungkinan coronavirus untuk menginfeksi mata cukup kecil, tetapi banyak hal yang dapat menyebabkan infeksi pada mata. Oleh karena itu, cobalah untuk membawa obat tetes mata dan gunakanlah ketika mata anda terasa kering atau gatal.

(9.) Menggunakan Air Purifier

Air Purifier atau hydrocleaner berfungsi 'membersihkan udara' dengan cara 'menangkap dan mencuci udara' dengan air. Sehingga, jika ada partikel virus yang tertangkap maka virus akan menjadi tidak aktif.

(10.) Mengkonsumsi Suplemen

Suplemen yang baik dapat mencegah infeksi coronavirus. Pastikan anda mengkonsumsi suplemen yang dapat meningkatkan sistem imun anda hingga dapat mencegah infeksi kuman. Jika anda ingin memilih suplemen yang baik, produk suplemen kami dapat dicari di Shopee Indonesia

 

Referensi

https://www.webmd.com/eye-health/covid-19-and-your-eyes#1

 


Sabtu, 05 September 2020

Kolaborasi Terapi, Harapan Bagi Penderita Corona Agar Virus Angkat Kaki

Perhatian : artikel mengandung pesan sponsor

Di artikel sebelumnya, telah dibahas bagaimana para ahli berpendapat bahwa coronavirus telah ada sejak jaman dinosaurus, jauh lebih lama sebelum manusia ada. Coronavirus juga dapat bermutasi sehingga memiliki beberapa perubahan karakteristik. Bukannya tidak mungkin, HCoV-SARS2 penyebab COVID-19 ini merupakan produk mutasi dari dari anggota coronavirus sebelumnya. Mutasi [yang berhasil] adalah kunci dari evolusi ; suatu proses panjang yang melibatkan adaptasi dan kompetisi. Ada fakta menarik seputar wabah COVID-19 ini, yaitu untuk pertama kalinya dalam 36 tahun, tidak ada wabah influenza di Afrika Selatan. Apakah ini akibat dari kompetisi antar virus? Entahlah. Influenzavirus dan coronavirus merupakan dua kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit flu pada manusia. Di masa lalu, 15% kasus flu yang terjadi merupakan ulah dari oknum anggota coronavirus yang tak bertanggung jawab. Tapi, kini salah satu oknum coronavirus telah bermutasi (seperti anggota X-MEN saja) dan menyusahkan pemerintahan di seluruh dunia. Walaupun penyakit COVID-19 ini dapat disembuhkan, tetapi terkadang proses penyembuhannya menyakitkan, dan kerusakan sel, jaringan, bahkan organ terkadang dapat terjadi apabila penanganannya terlambat. Paru-paru adalah organ yang terancam rusak secara langsung akibat virus. Tetapi, kenyataan bahwa paru-paru berperan dalam proses penyerapan oksigen, dan oksigen adalah zat yang sangat dibutuhkan, maka kerusakan paru-paru akan berdampak sistemik pada organ lainnya, misalnya otak, mata, hati, dan jantung. 

Lalu, apakah ada cara untuk membunuh ataupun mengusir coronavirus dari tubuh kita secara efektif? Saya yakin ada. Bagaimana caranya? Dengan kolaborasi terapi. Apa itu kolaborasi terapi? Terapi yang menggabungkan treatment (metode) dari beberapa bidang. 

Lalu, bagaimana caranya? Dalam buku Siasat Perang Sun Tzu, dikatakan bahwa kita harus memahami diri kita dan juga lawan yang akan kita hadapi sebelum 'maju berperang'. Berdasarkan 'nasihat' ini, maka kita harus tahu terlebih dahulu, mengenai seluk-beluk coronavirus. Berikut adalah klasifikasi grup coronavirus, berdasarkan klasifikasi dikotomi.


Di dalam Biologi, klasifikasi dikotomi memang bukanlah klasifikasi yang paling baik, tetapi sudah cukup untuk memberi deskripsi mengenai coronavirus. Perisai pelindung (envelope) dari coronavirus berjenis phospholipid bilayer. Perisai ini bersifat kedap air dan menolak air (hidrofobik). Inilah pentingnya untuk mencuci tangan dengan air dan sabun, karena air saja tidak akan cukup untuk menghanyutkan coronavirus mengingat karakteristik dari perisai pelindungnya.

Lantas, bagaimana cara membunuh coronavirus? Ya, teorinya, tinggal dihancurkan saja perisai pelindungnya. Apakah bisa? Jika di luar tubuh, hal ini bukanlah hal yang sulit. Berikut adalah penjelasan mengenai apa yang akan terjadi pada coronavirus jika terkena sabun dan air.
(1.) Coronavirus memiliki perisai pelindung yang tahan air dan juga menolak air (hidrofobik). 


(2.) Molekul sabun memiliki 'kepala' yang bersifat hidrofilik (mengikat air) dan 'ekor' yang hidrofobik (membenci air).


(3.) Di dalam air, 'ekor' dari molekul sabun akan tertarik oleh 'cangkang' coronavirus.
 

(4.) Lalu, 'ekor' dari molekul-molekul sabun akan 'mengikat' atau menempel ke permukaan cangkang coronavirus.


(5.) Dengan perlakuan mekanis (seperti menggosok-gosokkan tangan), 'kepala' dari molekul sabun akan tertarik oleh air sementara 'ekornya' tetap terikat pada [sebagian] cangkang coronavirus, menariknya keluar hingga hancur / pecah.


(6.) Tanpa 'cangkangnya', partikel coronavirus kini hanyalah sepotong materi genetik tidak bermakna yang sudah tidak aktif lagi dan tidak bisa menyebabkan infeksi.  


Menurut WHO, proses mencuci tangan yang direkomendasikan adalah sekitar 20 detik. Cukup lama memang. Selain molekul sabun, alkohol seperti etanol juga dapat merontokkan cangkang coronavirus dengan mekanisme serupa.


Seperti telah dikatakan, membunuh coronavirus itu mudah, jika virus berada di luar tubuh. Tetapi, jika di dalam tubuh menjadi lain cerita, karena kita tak dapat meminum sabun dan alkohol. Bahkan, walaupun anda bisa meminum alkohol pun, anda takkan bisa mencapai konsentrasi alkohol darah sebesar 60% (jika konsentrasi alkohol dalam darah mencapai 60%, artinya anda sudah tidak punya darah lagi). Dan alkohol itu haram. Lantas, bagaimana cara membunuhnya? Banyak meminum air hangat juga rasanya tidak efektif mencegah infeksi coronavirus karena dua alasan. Pertama, karena makanan akan melewati kerongkongan (esofagus), sedangkan coronavirus menginfeksi epitel / membran mukosal di sistem pernafasan, dari trakhea ke bawah. Esofagus dan trakhea adalah dua organ berbeda, walau orang awam menganggapnya sama : tenggorokan. Kedua, memang terkadang coronavirus bisa salah masuk ke saluran pencernaan, tetapi seperti disebutkan sebelumnya, coronavirus diselubungi perisai hidrofobik (menolak air), jadi hanya dengan meminum air tidak akan 'menghanyutkan' coronavirus, kecuali jika anda minum air sabun. Tetapi saya sangat tidak menyarankannya.

Jadi, bagaimana cara membunuhnya? Dengan menggunakan senyawa yang berkarakteristik serupa dengan dengan yang dijelaskan di atas. Tetapi, apakah senyawa tersebut ada? Tentu saja, alam sudah menyediakannya. Hanya karena kemajuan teknologi, obat tradisional telah mulai ditinggalkan. Padahal seiring kemajuan teknologi dalam menghasilkan obat-obatan muktahir (misal : antibiotik), mikroorganisme (misal : bakteri) juga akan bermutasi mengembangkan resistensi (kekebalan) terhadap obat tersebut. Tanaman obat, di satu sisi, relatif lebih efektif terhadap kuman yang yang mengembangkan resistensi, karena komposisinya terdiri dari banyak bahan aktif yang bekerja secara sinergis. Walau tidak bisa dipungkiri, bahwa tanaman obat juga memiliki beberapa kelemahan, misalnya dalam penentuan jenis dan dosis bahan aktif. Jadi, saya memulai melakukan penelusuran literatur dan percobaan dengan fasilitas seadanya, dan mencoba membuat suplemen yang diyakini bisa melawan coronavirus.

Adapun senyawa yang terdapat dalam tanaman obat sebisa mungkin diharapkan memenuhi kriteria berikut :

  • senyawa yang memiliki 'kepala' dan 'ekor'
  • senyawa yang memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik
  • senyawa yang [kalau bisa] lolos dari proses pencernaan, sehingga tidak mengalami perubahan struktur molekul
  • senyawa yang dapat diserap oleh usus dengan mudah
  • senyawa yang bisa masuk dan melarut dalam darah agar bisa didistribusikan
  • senyawa yang [jika mungkin] tidak dimetabolisme oleh tubuh menjadi 'limbah' yang berbahaya, misalnya kolesterol atau bahkan residu
  • jika mungkin, tidak sulit untuk dibuat

 
(beberapa bahan aktif yang terkandung dalam CNC suplemen)

Adapun bahan aktif yang terdapat dalam suplemen kami tidak dapat dirinci secara spesifik karena alasan kerahasiaan. Kami hanya bisa menginformasikan bahwa senyawa tersebut merupakan senyawa-senyawa alami yang termasuk dalam senyawa kelompok flavonoid, alkaloid, dan carboxylic acidSilahkan kunjungi bagian about us untuk informasi lebih lanjut.
Jika tertarik, produk suplemen kami dari CNC Herbal dapat dicari di Shopee Indonesia.

>>>>>

TERAPI PANAS

Pada jaman dahulu kala, ada seorang filsuf Yunani bernama Hippocrates (460 - 375 SM). Ada pernyataannya yang cukup terkenal yaitu "berilah aku kemampuan untuk mengendalikan demam, dan akan kusembuhkan berbagai macam penyakit.". Jelaslah bahwa metode ini adalah metode terapi panas, karena demam hampir selalu disertai oleh kenaikan suhu tubuh. Pada abad pertengahan, metode ini perlahan mulai dilupakan, apalagi setelah revolusi industri. Seiring perkembangan jaman, di mana mulai muncul berbagai bidang keilmuan baru seperti Mekatronika, penelitian di bidang Fisika Medis menunjukkan bahwa berbagai macam penyakit (walau, tidak semua penyakit) dapat disembuhkan dengan terapi panas. Ada berbagai macam 'terapi panas' yang dapat dilakukan, yang akan saya rinci lebih lanjut di bagian akhir. Bagaimanapun, ketika tubuh seseorang mengalami demam, memang suhu tubuh akan naik, tetapi hal ini juga akan disertai oleh reaksi inflamasi. Reaksi inflamasi yang berbahaya sangatlah tidak kita inginkan, karena bisa mengancam nyawa sang penderita atau bisa mengakibatkan beberapa komplikasi (misal, berkurangnya fungsi mata bahkan sampai menjadi idiot). Sehingga, 'terapi panas' di sini justru sebisa mungkin tidak melibatkan reaksi inflamasi. Dalam arti lain. 'terapi panas' dilakukan dengan menggunakan suatu sumber energi yang berasal dari luar. Jerman adalah negara yang menaruh minat sangat besar terhadap potensi terapi panas ini.

(mengisi waktu dengan melakukan terapi panas di bandara)

Lalu, apakah terapi panas ini akan efektif terhadap coronavirus? Saya yakin jawabannya IYA. Seperti telah disebutkan oleh Sun Tzu, mari kita lihat kembali beberapa fakta mengenai coronavirus. Coronavirus telah ada sejak jaman purbakala, memiliki lapisan pelindung yang disebut phospholipid bilayer. Coronavirus menginfeksi saluran pernafasan, lebih tepatnya epitel sel / membran mukosal. Coronavirus dapat menginfeksi beberapa spesies sekaligus, sebagai bukti dari kehebatan evolusinya. Ada ratusan (jika tidak ribuan) spesies yang dapat terinfeksi oleh coronavirus, tetapi jika dipelajari lebih lanjut maka semuanya ternyata memiliki suatu pola : hewan-hewan tersebut berasal dari golongan aves dan mammalia. Lantas, apa persamaan antara hewan golongan aves (burung) dan mammalia?

(sebagian kecil ikan yang memiliki retia mirabilia dapat mempertahankan suhu tubuhnya)

Ya, mammalia dan aves sama-sama merupakan hewan berdarah panas. Coronavirus dapat menginfeksi berbagai spesies, terlepas dari struktur reseptor tiap spesies yang berbeda-beda. Namun begitu, semua hewan [dan juga manusia] yang bisa diinfeksi oleh coronavirus (bahkan termasuk natural reservoirnya) sama-sama berdarah panas. Artinya, semua makhluk yang dapat terinfeksi memiliki range suhu tubuh tertentu. Dengan kata lain, coronavirus sangat sensitif terhadap temperatur, dan hanya dapat hidup pada range temperatur yang sempit. Inilah alasan mengapa nenek bilang sup hangat dapat menyembuhkan penyakit flu, mungkin ada benarnya juga.

Lalu, berapakah kisaran suhu tubuh mammalia dan aves? Tabel berikut menampilkan suhu tubuh dari beberapa hewan.



Dari literatur dapat dikatakan bahwa suhu tubuh mammalia berkisar antara 36 - 40 °C, dan aves di antara 38 - 42 °C. Kelelawar, makhluk yang dicurigai sebagai inang asal (natural reservoir) dari virus penyebab COVID-19, suhu tubuhnya dapat mencapai 106 °F (41 °C) ketika sedang terbang. Sehingga, penderita coronavirus (SARS, MERS, maupun COVID-19) yang parah akan mengalami demam tinggi sebagai upaya tubuh untuk 'memerangi' virus. Sayangnya, virus ini sudah 'terbiasa' dengan suhu 41 °C yang bagi manusia ini sudah termasuk demam yang parah. Jadi, pasien tersebut akan membutuhkan suhu yang lebih tinggi lagi daripada 41 °C untuk melawan si coronavirus ini. Saya berteori, bahwa setidaknya diperlukan suhu 43,5 °C untuk melemahkan coronavirus. Dan kita tidak mau panas tinggi ini datang dari reaksi inflamasi. Jadi, energi panas harus diberikan dari luar. Tetapi, bagaimana caranya? Ada beberapa alternatif yang mungkin.

(1.) Berendam Dalam Air Panas
Keuntungannya adalah, saat ini banyak rumah yang diperlengkapi dengan bath tub. Suhu air pun dapat di-setting. Kekurangannya adalah, perlu diingat bahwa air memiliki massa jenis 1000 kg/m³ dan kalor jenis 4200 J / kg °C. Artinya, air hangat akan mentransfer panas dalam jumlah besar ke tubuh, dan ini dapat mengakibatkan heat stroke, terutama pada orang berusia lanjut.

(2.) Masuk ke Sauna
Ada dua jenis sauna, basah dan kering. Sauna basah lebih disarankan daripada sauna kering, karena udara panas (dan uap air) akan langsung masuk ke saluran pernafasan, dan juga ke paru-paru, dan terjadi 'kontak' dengan virus. Udara jenuh di dalam ruang sauna juga akan memberikan energi sekitar 2300 J per gram uap air yang mungkin akan ditransfer ke virus tersebut. Ini adalah jumlah yang cukup besar, dan mungkin bisa membunuhnya atau melemahkannya. Kekurangannya adalah, udara jenuh yang terkondensasi di dalam paru-paru dapat menutup beberapa alveoli, walaupun jika hanya sebentar (di bawah 20 menit, tergantung suhu) hal ini tidak terlalu masalah. AIr yang terkondensasi di paru-paru juga menjadikan paru-paru lebih rentan terhadap infeksi jamur.

(3.) Radiasi Inframerah
Sinar inframerah dibagi menjadi 3 golongan : inframerah gelombang panjang, menengah, dan pendek. Masing-masing memiliki karakteristiknya. Terapi dengan inframerah dinilai dapat bermanfaat untuk proses penyembuhan. Keuntungannya adalah, spektrum inframerah dapat menembus jaringan kulit, lemak, dan otot. Kekurangannya adalah, lampu inframerah hanya bisa dipakai maksimum 10 menit (biasanya 7 menit) lalu harus didinginkan, walaupun ini juga tergantung tipenya. Sehingga, untuk terapi yang efektif dibutuhkan 2 - 3 buah lampu identik yang dipakai bergantian. Juga, harga lampu inframerah cukup mahal dan umurnya pendek. 

PENUTUP

Coronavirus yang sudah ada sejak lama mungkin bisa dikendalikan dengan kombinasi terapi antara tanaman tradisional dengan terapi panas. Hal ini dapat dideduksi dari sifat dan karakteristik coronavirus itu sendiri. Dan inilah, yang kami (CNC Herbal) lakukan. Produk suplemen kami dapat dicari di Shopee Indonesia
Seiring dengan semakin majunya peradaban manusia, keberadaan alam justru malah semakin dilupakan. Padahal alam adalah ciptaan Tuhan, Allah Yang Maha Bijaksana. Seharusnya ilmu pengetahuan mempelajari alam dengan arif dan seksama agar dapat hidup harmonis dengan alam. Terima kasih telah berkenan membaca artikel ini.


Referensi

https://www.nature.com/articles/d41586-020-00180-8

https://www.news24.com/news24/southafrica/investigations/for-the-first-time-in-36-years-there-will-be-no-flu-season-in-south-africa-20200807

https://www.goldennumber.net/body-temperatures/

https://www.nbcnews.com/health/health-news/new-clue-found-why-bats-spread-viruses-dont-get-sick-n81321


Selasa, 01 September 2020

Upaya Kudeta Melawan Coronavirus, Akankah Kita Merdeka?

Bangsa Indonesia baru saja merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan yang ke 75 pada 17 Agustus 2020 yang lalu. Sayangnya, kali ini bangsa Indonesia kembali harus 'dijajah'. 'Penjajah' kali ini tidak dapat dilihat, dan bahkan dapat menaklukkan hampir seluruh dunia dalam waktu tidak sampai setahun. Prestasinya jauh melebihi Genghis Khan dari Mongolia. Semua pasti sudah tahu apa yang saya maksud. Ya, makhluk tak terlihat ini bukanlah makhluk gaib, melainkan sebuah gerombolan virus yang ukurannya sekitar seribu kali lipat lebih kecil daripada rambut manusia. Mereka adalah coronavirus. Lebih tepatnya HCoV-SARS2, tetapi orang lebih banyak mengenalnya dengan nama COVID-19. Banyak pihak berlomba-lomba untuk mencari cara untuk melawannya, tetapi mungkinkah hal ini dilakukan? Virus ini telah ada sejak jaman dinosaurus. Mereka tetap ada hingga kini adalah bukti bahwa evolusi mereka telah demikian 'sempurna', atau setidaknya luar biasa. Namun begitu, yang namanya 'penjajah' harus diusir. Ada beberapa metode yang dilakukan oleh banyak pihak untuk membasmi 'penjajah cilik' ini, dan saya akan mencoba mengulasnya.


 

Metode Plasma Serum

Plasma adalah bagian dari darah yang berwujud cairan. Metode plasma serum (atau serum plasma?) merupakan suatu metode kekebalan pasif, di mana antibodi dari suatu organisme diambil untuk disuntikkan ke manusia, sehingga 'korps legiun asing' ini yang akan bekerja untuk memberantas patogen yang ada di dalam tubuh kita. Di dalam sejarah, kuda merupakan hewan yang seringkali diambil antibodinya, dengan cara sengaja diinfeksi dengan suatu kuman penyakit. Ketika kuda tersebut sembuh, maka ia akan memiliki antibodi yang dapat diambil untuk dimurnikan lalu disuntikkan ke tubuh manusia. Beberapa penyakit, seperti difteri, cacar, dan tetanus, dapat diobati dengan menggunakan serum dari plasma darah kuda.

Daripada menyuntikkan antibodi kuda ke manusia, tentunya akan lebih baik jika antibodi manusia disuntikkan ke manusia yang lain. Begitulah idenya. Tetapi, ini artinya manusia yang memiliki antibodi tersebut haruslah diinfeksi terlebih dahulu agar dapat menghasilkan antibodi. Dan kegiatan menginfeksi secara sengaja adalah perbuatan yang kejam, apalagi jika menginfeksi dengan kuman berbahaya. Tetapi, jika orang tersebut sudah terlanjur terinfeksi, ya apa boleh buat. Jika dia sembuh, maka [plasma] darahnya bisa dimanfaatkan sebagai sumber serum untuk mengobati penyakit yang sama yang diderita oleh pasien yang lain. Ya, itupun dengan syarat, sang penyintas bersedia mendonorkan darahnya dan tidak takut jarum.

 
hormat saya untuk bapak polisi dan tentara,
yang rela berbuat banyak demi bangsa dan negara ini


Kelebihan dari metode ini adalah, seperti sebuah negara lemah yang mendapatkan bantuan tentara Gurkha yang berpengalaman dalam perang, tentunya 'kemenangan' menjadi lebih mungkin diraih, walaupun terkadang bisa gagal juga. Kekurangan dari metode plasma serum ini, adalah karena 'bahan bakunya' berasal dari darah, ya artinya ini bisa disamakan dengan donor darah biasa. Normalnya, pendonor pertama dapat mendonorkan 350 mL darah dan pendonor berkala dapat mendonorkan 500 mL, walaupun terkadang bisa sampai 700 mL. Tentara atau polisi dari satuan / unit khusus dapat mendonorkan sampai 1 L darah walaupun sebaiknya tidak dilakukan, karena kehilangan 1 L darah dapat dianggap sebagai berada pada kondisi perdarahan tingkat 2 (class II hemorrhage). Hanya dalam kasus khusus (misal : perang) dan pertimbangan yang cermat hal ini dapat dilakukan.

Sama seperti tentara Gurkha yang memiliki jumlah yang terbatas, metode plasma serum ini juga sangat terbatas dan tidak bisa menolong banyak pasien. Belum lagi golongan darahnya juga harus diperiksa. Dan, seperti halnya donor darah, seorang pendonor darah baru dapat mendonorkan darahnya kembali setelah 120 hari atau 4 bulan, atau 3 bulan paling cepat. Juga, menurut Mayo Clinic, studi terhadap 35.000 pasien yang menerima plasma serum memiliki tingkat kematian 8,7% untuk seminggu pertama ; hal ini menjadi 2 kali lipatnya tingkat kematian akibat COVID-19 itu sendiri. Oleh karenanya, FDA belum bisa merekomendasikan hal ini, setidaknya menurut berita yang saya baca hingga detik ini.

Vaksinasi

Semua mungkin tahu Edward Jenner, sang penemu vaksin. Ia menggunakan virus cacar sapi dan menginfeksi anaknya sendiri, dan kemudian menemukan bahwa anaknya menjadi kebal terhadap virus cacar yang mewabah ketika itu. Pada prinsipnya, vaksin merupakan suatu metode kekebalan aktif, di mana tubuh 'diperkenalkan' kepada virus yang lebih lemah atau virus yang 'diperlemah' agar menjadi lebih siap saat menghadapi invasi virus yang sesungguhnya. Bayangkan jika tentara reguler sebuah negara semuanya berkualifikasi  komando, pasti akan menjadi...... super sekali, seperti bapak Mario Teguh. Vaksinasi dapat merangsang tubuh untuk membentuk antibodi yang [diharapkan] dapat memerangi virus yang sebenarnya. Tetapi, ada beberapa masalah di sini. 

Pertama, bayangkan satu kelompok tentara yang mendapatkan latihan berat, lalu memasuki masa tenang dan damai dan tidak melakukan latihan. Mereka akan lupa terhadap latihannya. Begitu pula dengan sistem imun kita. Dia bisa 'lupa' dengan vaksin yang pernah diberikan, sehingga antibodinya dapat hilang. Untuk kasus MERS dan SARS yang lebih mematikan, penyintas memiliki antibodi yang bertahan 2 - 6 tahun. Untuk ebola yang sangat mematikan, diketahui bahwa antibodi masih ada setelah 10 tahun. Untuk influenzavirus hanya 2 bulan. Untuk golongan coronavirus lainnya berkisar 3 - 6 bulan. Itulah alasannya, vaksin harus diulang sekali lagi (total mendapatkan dua suntikan)

Kedua, coronavirus merupakan virus yang dapat bermutasi sebagaimana virus influenza. Mutasi mengakibatkan perubahan karakteristik. Bayangkan tentara komando yang sudah dilatih untuk perang hutan harus diterjunkan ke medan padang pasir atau medan bersalju tanpa latihan maupun briefing. Latihannya mungkin tidak akan efektif. Apalagi jika membawa perbekalan yang salah.

 
marinir salah kostum

Lebih lanjut lagi, ada beberapa 'golongan' yang tidak boleh mendapat vaksin. Pertama, ya tentunya mereka yang sedang menderita penyakit tersebut, sudah jelaslah, nenek-nenek juga tahu. Lalu, golongan manula atau anak-anak yang masih di bawah 15 tahun. Juga mereka yang menderita komplikasi atau penyakit tertentu lainnya juga tidak dianjurkan untuk divaksin. 

Antibodi Monoklonal

Antibodi monoklonal adalah suatu zat antibodi yang didesain dan dikembangkan di laboratorium, untuk kemudian disuntikkan ke tubuh manusia. Antibodi ini didesain sedemikian rupa untuk mencari dan menghancurkan target yang sangat spesifik yang disebut dengan antigen. Antigen adalah potongan / komponen protein yang terdapat dalam sel kuman ataupun sel kanker. Ketika disuntikkan ke dalam tubuh manusia, antibodi buatan ini akan mencari dan menghancurkan target sesuai 'perintahnya'. Terkadang, ia bisa juga memprovokasi sistem kekebalan tubuh manusia untuk membantunya, dalam hal ini disebut immunotherapy

Pada prinsipnya, ada dua jenis antibodi monoklonal : antibodi monoklonal botak (naked monoclonal antibodies) dan antibodi monoklonal terkonjugasi (conjugated monoclonal antibodies). Antibodi monoklonal terkonjugasi biasanya terkoneksi dengan suatu jenis obat berbasis kimia ataupun radioaktif. Sedangkan antibodi monoklonal botak (ini adalah terjemahan versi saya sendiri, karena takut disensor UU pornografi) tidak terhubung dengan suatu obat. Kelebihan dari metode ini adalah tentu saja, sangat efektif, selektif (tidak merusak sel-sel lain selain sel target), dan kerjanya cepat.


Kekurangannya, jika zat antibodi disuntikkan dan bekerja dengan sangat efektif, hal ini dapat memicu demam yang sangat tinggi dan cepat, dan dalam kasus tertentu hal ini bisa membahayakan. Juga, karena antibodi monoklonal ini merupakan zat asing, ada kemungkinan bahwa antibodi monoklonal ini justru dianggap sebagai zat asing dan malah ditarget oleh antibodi alami tubuh, memicu reaksi seperti alergi yang parah. Untuk mengidentifikasi antigen juga berarti kuman penyakit harus dipertahankan dalam kondisi hidup di dalam laboratorium ; mempertahankan virus dalam kondisi hidup untuk mengidentifikasi antigennya jauh lebih sulit daripada bakteri atau bahkan sel kanker. Jangan lupa juga mengenai mutasi virus tadi. Dan terakhir, tentu saja biaya investasinya. Sebagai contoh, Regeneron Pharmaceuticals baru saja menerima hibah sebesar lebih dari US$ 450 juta (lebih dari Rp 6,5 triliun) untuk tambahan biaya penelitiannya, dan ini masih belum cukup.

Antibiotika

Antibiotika sepertinya tidak akan mempan terhadap virus, karena antibiotika bekerja dengan cara mengintervensi atau mengacaukan metabolisme sel dari bakteri. Virus bukanlah sel yang sempurna ; ia tidak memiliki ribosom, mitokondria, atau bahkan nukleus, sehingga tidak ada target untuk diserang oleh antibiotika. 

Probiotik

Kita tahu yoghurt mengandung probiotik. Tetapi probiotik hanya mengkolonisasi saluran pencernaan, dan itu pun hanya di usus besar, sedangkan coronavirus normalnya bermukim di saluran respirasi, karena 'jangkar' pada coronavirus hanya dapat menempel pada epitel / membran mukosal alias selaput lendir. Walaupun coronavirus bisa saja menginfeksi kerongkongan (esofagus), tetapi ketika sampai di lambung maka riwayat mereka akan tamat. Tetapi, kasusnya akan berbeda jika coronavirus menginfeksi tenggorokan (atau lebih tepatnya, trakhea), di mana infeksi dimungkinkan untuk berlanjut sampai ke paru-paru (alveoli), yang berada di luar jangkauan probiotik tadi. Tidak banyak yang dapat diperbuat oleh probiotik ini. Hal ini sama saja dengan menyuruh anggota pemadam kebakaran untuk bersiaga di Korea Selatan, padahal terjadi kebakaran yang berlokasi di Korea Utara. Tak peduli seberapa hebatnya kebakaran di Korut, grup pemadam Korsel tidak bisa pergi ke sana walaupun jaraknya tidak jauh. Mengapa? Karena ada DMZ (batas negara). btw, hal ini pernah terjadi tahun 2017. Karena penjelasan medisnya rumit, lebih baik pakai analogi saja untuk menerangkannya.

Menggunakan CADD

CADD singkatan dari Computer Aided Drugs Design atau 'merancang obat dengan bantuan komputer'. Di jaman AI (artificial intelligence) saat ini, [hampir] semua hal dapat dilakukan secara otomatis. Hal ini termasuk ke dalam pembuatan obat, atau lebih tepatnya rekayasa obat. 

 


Dengan meng-input semua data, maka komputer akan memberikan 'saran' mengenai obat yang [mungkin] efektif dalam membasmi COVID-19. Keunggulannya adalah, struktur obat dapat ditentukan / ditemukan dengan mudah dan cepat. Juga, prosesnya hemat biaya, cukup memakai program komputer saja plus biaya untuk penyejuk udara, karena hal ini akan memerlukan komputer khusus yang menghasilkan panas dalam jumlah besar. Kelemahannya, tentu saja komputer dapat bekerja jika ada input yang tepat, dalam hal ini genom COVID-19 harus dipetakan terlebih dahulu. Juga, desain obat yang 'dihasilkan' oleh komputer belum tentu dapat dibuat di laboratorium.

 
beberapa hal yang ada pada gambar,
belum tentu dapat dibuat di dunia nyata


Teknologi Nano

Penggunaan teknologi nano untuk melawan COVID-19 sepertinya cukup masuk akal. Bagaimanapun, virus merupakan suatu partikel nano yang ada secara alami. Nanorobot yang ada saat ini memiliki ukuran terkecil 0,1 mikron atau 100 nm, kurang lebih sama dengan ukuran coronavirus. Materi genetik dari coronavirus cukup rapuh, maka jika ada molekul nano yang mampu bereaksi dan menjebol perisai pelindungnya, maka mengatasi COVID-19 bukanlah hal yang sulit, secara teori. 


Obat Tradisional

Keberadaan obat tradisional telah ada hampir mengikuti sejarah peradaban umat manusia itu sendiri. Ketika saya SD dahulu, ada mata pelajaran PKK, di mana diajarkan beberapa jenis tanaman seperti 'pagar hidup', 'warung hidup', dan 'apotik hidup'. Pelajaran PKK di jaman modern ini tentunya sudah tidak ada lagi, digantikan dengan robotika, komputer, dan sebagainya. Namun, pengetahuan akan obat tradisional dan metode alternatif lainnya tak bisa dipungkiri dapat membantu meringankan bahkan mengobati berbagai macam penyakit. Jika pengobatan alternatif tidak rasional, ahli patah tulang seperti Haji Na'im di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, pastilah tidak akan terus 'kebanjiran pasien' yang selalu datang. Sayangnya, seiring waktu, pengobatan alternatif sering dipandang remeh hanya karena dinilai 'tidak rasional'. Padahal, ketika COVID-19 mewabah di China, 85% dari penderita mengaku merasa sangat terbantu dengan obat tradisional, walaupun golongan skeptis tentunya akan melontarkan argumennya sendiri.

Kekurangannya adalah, orang yang benar-benar memahami obat tradisional ini sudah bisa tergolong langka, karena produknya sendiri sudah dianggap remeh (tidak menghasilkan uang). Obat tradisional juga memiliki komposisi yang bervariasi dan tidak konsisten, sehingga komponen mana yang benar-benar bermanfaat untuk suatu penyakit menjadi sulit untuk diidentifikasi. Seringkali, bahan aktif yang bermanfaat merupakan kombinasi dua atau tiga bahan aktif, yang jika diisolasi dan diberikan kepada penderita sebagai zat murni saja justru akan menjadi tidak / kurang berkhasiat. Kesulitan yang sangat banyak mulai dari uji keaktifan, isolasi dan pemurnian identifikasi bahan aktif, karakterisasi, sintesa laboratorium, sampai produksi massal komponen bahan aktif tersebut memakan waktu, biaya, dan energi yang sangat mahal. Belum lagi tahap pengujian yang melelahkan dan memakan biaya, dari uji in vitro / ex vivo, uji pre-klinis, uji klinis tahap I-II-III, uji interaksi obat, dll. Setidaknya dibutuhkan biaya sekitar US$ 120.000.000 dan waktu minimal 10 tahun sampai obat tersebut memiliki ijin untuk diedarkan. 

 

Dan jumlah uang tersebut masih belum termasuk biaya pembangunan pabrik, mulai dari pembelian tanah, konstruksi, bahan baku, biaya iklan, pengembangan bisnis, saluran distribusi, pembelian armada, dll. Ya, kalau hanya untuk membuktikan bahwa bawang merah memiliki efek pengencer darah saja, tidak perlu uang sebanyak itu dihamburkan untuk membuat obat pengencer darah berbasis bawang merah. Cukup minum obat pabrikan yang sudah ada saja, atau ya makan saja bawangnya langsung. Kelebihannya adalah, sebagian tanaman herbal relatif mudah didapat, harganya murah atau minimal terjangkau, mudah diolah secara tradisional, lumayan efektif jika diberikan dengan takaran yang tepat, dan karena terdiri dari kombinasi beragam bahan aktif, maka walaupun kuman mengalami mutasi sekalipun maka keefektifan obat tradisional tetap dapat diandalkan.



Penutup

Semua metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tetapi, sebagaimana kemerdekaan diperoleh oleh para pejuang di jaman penjajahan dengan cara bersatu, akan lebih baik jika metode-metode yang [akan dan] telah ada ini saling mendukung (diintegrasikan) satu sama lain. Hal ini akab dibahas di artikel selanjutnya. Namun bagaimanapun, mencegah lebih baik daripada mengobati. Salam sehat.

Referensi 

https://www.theguardian.com/world/2020/aug/24/what-is-blood-plasma-therapy-covid-coronavirus-trump

https://www.forbes.com/sites/robertpearl/2020/08/10/coronavirus-vaccine-gone-wrong/#71d503947ae4

https://www.statnews.com/2020/07/31/covid-19-vaccine-amazingly-close-why-am-i-so-worried/

https://www.thenational.ae/world/europe/coronavirus-world-must-be-prepared-for-ineffective-vaccine-or-stronger-virus-1.1061836 

https://www.devex.com/news/devexplains-monoclonal-antibody-treatment-for-covid-19-97708

https://www.cancer.org/treatment/treatments-and-side-effects/treatment-types/immunotherapy/monoclonal-antibodies.html

https://www.drugtargetreview.com/article/61581/can-a-computer-help-us-find-a-treatment-for-covid-19/

https://www.nature.com/articles/s41565-020-0757-7

https://news.northeastern.edu/2020/03/04/heres-how-nanoparticles-could-help-us-get-closer-to-a-treatment-for-covid-19/

https://www.scmp.com/news/china/society/article/3052763/coronavirus-80-cent-patients-china-benefiting-traditional

 

Senin, 31 Agustus 2020

Coronavirus, Pembunuh Bisu yang Tidak Pandang Bulu

Siapa yang tidak kenal dengan coronavirus, nama kuman yang yang akhir-akhir ini lebih terkenal daripada artis Korea. Begitu banyak informasi mengenai coronavirus yang bisa ditemukan di dunia maya, sehingga saya tidak akan menuliskan terlalu banyak. Coronavirus dituding bertanggungjawab atas kematian hampir satu juta umat manusia di dunia (data akhir Agustus 2020).Walaupun begitu, tidak banyak yang tahu bahwa coronavirus sebenarnya mengacu pada suatu keluarga besar virus.

 

 

Hal ini dapat dianalogikan dengan kata 'kucing' yang mengacu pada banyak jenis (spesies) kucing.  


Sama halnya dengan ilustrasi kucing di atas, anggota kelompok coronavirus sangatlah banyak jenisnya. SARS (2002), MERS (2012), dan COVID-19 hanyalah sedikit contoh dari anggota coronavirus (sebenarnya nama kelompoknya adalah coronaviridae). Saya masih memiliki buku teks Mikrobiologi saya yang lama (tahun 1993), dan inilah yang dapat saya temukan.


Dengan menggunakan klasifikasi dikotomi, coronavirus digolongkan dalam kelompok virus RNA berselubung. Virus sendiri merupakan bentuk makhluk hidup paling sederhana, walaupun ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa virus bukanlah makhluk hidup. Perbedaan pendapat ini dapat dimengerti, mengingat virus tidak dapat hidup di luar sel makhluk hidup, tidak seperti bakteri yang tidak harus hidup di dalam sel inang. Walau begitu, ada suatu grup protein penginfeksi yang bernama prion, yang memiliki struktur yang bahkan lebih sederhana daripada virus. Oleh karena itu, jelaslah bahwa prion bukanlah suatu makhluk hidup, sehingga penyakit apapun yang ditimbulkannya tidak dapat disembuhkan, setidaknya sampai saat ini. Tetapi, lupakanlah hal itu dan mari kembali ke topik. Coronavirus memiliki bentuk bulat atau oval, dengan diameter berkisar dari 80 hingga 220 nm, Bandingkan dengan virus HIV yang memiliki bentuk yang mirip tetapi diameternya 120 nm, 1 nm (nanometer) ialah satu per sejuta milimeter. Rambut manusia memiliki ketebalan bervariasi di sekitar 0,1 mm. 

Virus menggandakan diri mereka sendiri dengan 'membajak' beberapa protein kunci untuk memperbanyak diri mereka sendiri. Virus tidak dapat dibunuh dengan antibiotik. Antibiotik dirancang untuk membunuh bakteri dengan cara mengintervensi atau mengacaukan metabolisme sel bakteri tersebut. Bagaimanapun, karena virus bukanlah sell yang sempurna, maka tidak ada 'target' untuk diserang oleh antibiotika. Coronavirus, seperti telah disebutkan, memiliki selubung atau cangkang. Selubung ini berfungsi sebagai perisai pelindung yang berfungsi untuk melindungi dari senyawa kimia yang berpotensi membahayakan 'nukleus' (virus sebenarnya tidak memiliki mitokondria dan inti sel, oleh karena itu kata 'nukleus' saya tuliskan dalam tanda kutip). Inilah sebabnya mengapa coronavirus sukar untuk dibunuh di dalam tubuh. Di luar tubuh, membunuh coronavirus tidaklah sulit. Selubung coronavirus tersusun atas phospholipid bilayer, yang dapat jebol jika bereaksi dengan alkohol, natrium hipoklorit (senyawa yang ditambahkan ke kolam renang sebagai disinfektan), atau povidone-iodine (antiseptik pada Betadine).

Kabar buruknya, coronavirus hanyalah 'dua tingkat' di bawah influenzavirus dalam hal kemampuan bermutasi. Kita tahu, bahwa COVID-19, MERS, dan SARS disebabkan oleh kuman dari kelompok yang sama, yaitu coronavirus. Tetapi, sebelum adanya wabah-wabah tersebut, tidak ada laporan bahwa spesies virus tersebut telah ada. Memang ada beberapa teori yang mungkin, salah satunya adalah teori evolusi-mutasi.


Di dalam buku teks Mikrobiologi saya yang sudah usang, dituliskan bahwa grup coronavirus "bertanggungjawab atas 15% kasus flu yang terjadi pada orang dewasa". Saya dapat menelusuri sejarah coronavirus yang menurut para ahli dapat ditelusuri secara genetik ke HCoV-OC43 pada tahun 1950an, tetapi virus ini sekarang sudah tidak ada lagi. Jadi, di manakah ia sekarang? Jelaslah bahwa ia telah bermutasi dan berdiferensiasi menjadi ratusan spesies, seperti yang telah diidentifikasi oleh para ahli. Mutasi ini bahkan membuat coronavirus (termasuk COVID-19) memiliki kemampuan untuk menginfeksi spesies lain di luar manusia dan primata. Laporan sebuah kebun binatang di China menemukan adanya COVID-19 pada 'kucing besar' seperti harimau dan singa. Entah apa yang dipikirkan oleh penjaga kebun binatang ini, tetapi penemuannya sangat mengejutkan. Beberapa minggu berselang, sebuah kebun binatang di Amerika mengkonfirmasi hal serupa. Dan akhirnya, Belgia melaporkan kasus COVID-19 pada kucing rumah yang tertular virus dari pemiliknya. Walaupun singa dan harimau memiliki hubungan kekerabatan yang dekat, tetapi hubungan antara manusia dan kucing cukup jauh. Hal ini mau tidak mau menuntut kita untuk meningkatkan kewaspadaan, karena bukannya tidak mungkin bola bulu kita yang unyu itu menyelundupkan pembunuh tak kasat mata. 

 
semua harus jaga jarak, termasuk kamu, 'cing...

Lebih Lanjut Mengenai COVID-19

Kemampuan COVID-19 (atau, coronavirus, secara umum) untuk menginfeksi berbagai macam spesies membingungkan para ahli. Kemampuan ini tidak mungkin dimiliki dalam waktu singkat, karena ini merupakan produk evolusi jangka panjang. Misteri ini mulai terkuak ketika para ahli menemukan bahwa coronavirus dapat bersarang di suatu jenis mammalia tanpa membuatnya sakit. Mammalia ini bernama.... kelelawar.....  Kemampuan kelelawar untuk tidak menunjukkan gejala apapun walaupun terinfeksi menjadikannya tidak hanya inang alami (natural host) bagi coronavirus, tetapi juga natural reservoir. Beberapa jenis kelelawar diketahui telah ada dan pernah hidup bersama dinosaurus, sehingga para ahli menduga bahwa nenek moyang coronavirus telah ada jauh sebelum manusia ada. Kecanggihan teknologi memungkinkan manusia untuk menjelajah tempat dengan medan yang sulit, dan mungkin saja manusia secara tidak sengaja 'bertemu' dengan kelelawar ini, sementara polusi menyebabkan mutasi. Entahlah, ini hanya teori seperti yang ada di film-film. Benar atau tidaknya, hanya Tuhan yang tahu. Dengan kemampuan mutasi coronavirus ini, bukannya tidak mungkin obat-obatan maupun vaksin yang dikembangkan dengan susah-payah untuk melawan coronavirus menjadi kurang efektif, atau bahkan tidak efektif. Berdoa saja semoga hal ini tidak terjadi.

Berikut ini adalah beberapa gejala COVID-19 :

* demam
* batuk kering
* kelelahan
* sakit dan nyeri
* disorientasi
* sakit tenggorokan
* diare
* conjunctivitis (sakit mata)
* sakit kepala
* berkurangnya / hilangnya kemampuan penciuman

* kesulitan bernapas atau sesak napas
* nyeri dada atau tekanan pada dada
* berkurangnya kemampuan bicara ataupun motorik

Adapun kemampuan mutasi dari coronavirus dapat berdampak pada virulensi (karakter) virus tersebut. Adapun ada 3 skenario yang mungkin, yaitu : pertama, virus akan bermutasi dan memilih inang yang lain selain manusia ; kedua, virusnya akan menjadi ganas ; ketiga, virusnya akan menjadi lebih 'bersahabat'. Anda mungkin akan berpikir bahwa jika virus menjadi lebih 'jinak' maka ia akan lebih mudah ditanggulangi, tetapi faktanya tidaklah demikian. Masih ingat kasus MERS pada 2012? Tingkat kematiannya adalah 30%, sangat tinggi. COVID-19 (atau nama ilmiahnya, SARS-CoV2) memiliki tingkat kematian 0,5 - 5 %, tetapi MERS tidak sampai menjadi masalah dunia sebagaimana COVID-19. Juga, kuman yang paling mengerikan seperti MDR-TB (tuberkolusis yang resisten terhadap banyak antibiotik) dan antraks juga tidak menyebabkan masalah global. Menarik, bukan?

Apa yang Terjadi Saat COVID-19 Berada di Dalam Tubuh Kita?

COVID-19 (sebagaimana anggota coronavirus lainnya) suka menginfeksi sel epitel / membran mukosal. Bahasa gampangnya adalah, bagian yang 'basah atau berlendir' dari tubuh. Tetapi, janganlah berpikir hal-hal yang porno, karena bagian di dalam tubuh yang dimaksud adalah sistem pernafasan dan kadangkala sistem pencernaan. COVID-19 dapat juga menyerang bagian basah lain dari tubuh, yaitu mata, dan menyebabkan conjunctivitis (radang selaput mata). Keberadaan COVID-19 pada cairan genital belum pernah dilaporkan hingga saat ini.

Lalu, apakah kerusakan yang ditimbulkan oleh COVID-19 dapat diperbaiki? Jawabannya adalah, tergantung. Sebelum saya menjawab hal ini, mari kita ingat kembali mengenai penyakit lepra / kusta, suatu penyakit yang sangat mengerikan yang ada sepanjang sejarah manusia, dan mulai berhasil dikendalikan hanya sekitar 2 atau 3 abad yang lalu. Penyakit kusta sangat ditakuti karena bisa mengakibatkan hilangnya anggota tubuh, seperti tangan atau kaki, sebelum akhirnya sang penderita meninggal dalam kesakitan. Saat ini, dengan kemajuan di bidang farmasi dan kedokteran, kehilangan anggota tubuh akibat kusta sangat mungkin dihindari, asalkan dapat diidentifikasi dan ditangani secara cepat. Hal ini juga berlaku untuk penyakit COVID-19. Bedanya, penyakit kusta membutuhkan waktu tahunan agar dapat menimbulkan kerusakan, sementara COVID-19 hanya membutuhkan hitungan hari. Oleh karena itu, identifikasi dan penanganan harus dilakukan dengan cepat.

Seperti disebutkan, COVID-19 menyerang membran mukosal. Pada fase awal infeksi, tes identifikasi dapat memberikan hasil negatif semu (false negative), sehingga harus dilakukan tes 3 - 5 hari kemudian. Dari rongga hidung, virus dapat turun ke tenggorokan (lebih tepatnya, trakhea), lalu bronkus, hingga akhirnya menyerang alveoli. Di dalam trakhea, terdapat sel bersilia yang fungsinya 'menangkap' partikel asing dengan lendirinya, lalu dibawa ke atas melawan gravitasi, untuk kemudian diludahkan keluar atau ditelan dan membiarkan asam lambung untuk membunuhnya. Pada tahap awal di mana COVID-19 mulai menginfeksi tenggorokan (trakhea), sel bersilia perlahan akan mulai mati. Hal ini akan menyebabkan ia kehilangan fungsinya, sehingga jika ada partikel asing yang masuk, tubuh akan menggunakan metode alternatif untuk mengeluarkan partikel asing dari dalam tubuh, yaitu dengan menciptakan beda tekanan. Tubuh memanifestasi ini dengan cara batuk [dan terkadang bersin]. Pada fase ini, beberapa metode tes seperti PCR atau rapid test sudah bisa memberikan hasil yang lumayan akurat. Bagi mereka yang cukup sensitif akan merasa gatal pada tenggorokan, dan jika berlanjut maka akan memicu reaksi inflamasi atau peradangan, dalam hal ini radang tenggorok. Jika reaksi inflamasi pada tenggorokan (trakhea) telah terjadi, maka sebenarnya epitel sel pada trakhea telah rusak sebagian [besar] ; yang artinya virus telah bergerak masuk lebih dalam lagi ke bronkus, dan segera akan mengkolonisasi alveoli. Penderita harus segera mendapatkan penanganan medis, sebelum virus mencapai alveoli.

Jika virus sudah mencapai alveoli, hal ini akan sangat berbahaya. Alveoli bertugas sebagai unit pertukaran gas, sehingga jika diserang oleh virus akan memicu reaksi inflamasi. Sel-sel alveoli akan 'dibajak' oleh virus untuk menghasilkan ratusan ribu sampai jutaan partikel virus yang baru. Alveoli yang kehilangan fungsinya ini akan mengalami apoptosis (kematian sel) juga akan memicu respons imun lanjutan yang menghasilkan cairan, yang pada akhirnya mengganggu pernafasan (atau lebih tepatnya, respirasi). Jika sudah berada pada kondisi ini, maka nyawa pasien menjadi terancam, karena alveoli yang masih berfungsi untuk melakukan pertukaran gas jumlahnya berkurang. Tubuh akan mengalami hypoxia, yang bahasa gampangnya adalah kelaparan oksigen. Beberapa organ akan terpengaruh, dari sistem saraf, jantung, dan terutama...... otak.....  Kerusakan otak sangat mungkin terjadi jika otak tidak mendapat suplai oksigen, sama seperti jika terjadi serangan stroke.

 

Gambar di atas menunjukkan citra dari paru-paru yang mengalami pneumonia. Hal ini dapat terjadi karena infeksi primer yang mengakibatkan inflamasi yang tak terkendali, atau bisa juga karena infeksi sekunder yang diakibatkan oleh bakteri seperti diplococcus pneumoniae. Dari sini jelaslah bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Konsumsi vitamin C juga sangat dianjurkan. Kita juga dapat meningkatkan kekebalan tubuh dengan mengkonsumsi suplemen golongan immuno-modulator. Apa itu immuno-modulator, akan dijelaskan di artikel selanjutnya.


Walau begitu, ingatlah, mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Cegahlah penularan coronavirus dari luar dengan menggunakan masker ketika bepergian, dan cegah jugalah dari dalam dengan mengkonsumsi suplemen produk kami, yang dapat dibeli di Shopee Indonesia...

Artikel dalam versi Bahasa Inggris dapat dilihat di sini

Referensi :

https://www.theguardian.com/world/2020/apr/22/french-study-suggests-smokers-at-lower-risk-of-getting-coronavirus

https://www.telegraph.co.uk/news/0/what-coronavirus-how-spread-uk-global-pandemic/

https://www.nationalgeographic.com/animals/2020/04/tiger-coronavirus-covid19-positive-test-bronx-zoo/

https://www.irishtimes.com/news/science/viruses-hijack-living-host-cells-and-then-replicate-themselves-1.4217903

https://phys.org/news/2020-04-coronaviruses-evolving-millions-years.html

https://www.nytimes.com/2020/01/28/science/bats-coronavirus-Wuhan.html

https://erj.ersjournals.com/content/55/4/2000607

https://www.bbc.com/news/health-51214864 

https://www.livescience.com/cat-infected-covid-19-from-owner.html

Tentang Penulis & Produk Kami

Notes : produk suplemen kami dapat dicari di Shopee Indonesia

Tidak ada yang istimewa dari sang penulis. Penulis hanyalah seseorang yang suka membaca, baik itu berita, buku pelajaran, artikel ilmiah, sampai buku komik maupun manga juga tidak terkecuali. Mungkin hanya resep masakan sajalah yang paling jarang ia baca. Penulis lulus dari sebuah SMA swasta di Banten, lalu meneruskan kuliahnya ke Bandung. Ia mendapat kesempatan untuk masuk ke universitas swasta dan negeri di Bandung (terpaut 3 tahun), sebelum akhirnya memutuskan untuk mundur dari universitas negeri karena ia telah lulus dari program studi di universitas yang satunya. Sekitar tujuh atau delapan tahun kemudian, ia mendapat kesempatan untuk kuliah di Jepang dengan beasiswa dari pemerintah negeri sakura, dan masuk di dua universitas berbeda [pada waktu yang berbeda]. Setelah lulus, ia diterima bekerja di perusahaan otomotif raksasa di Jepang, dan sempat menerima promosi dalam waktu cepat, sebelum dikirim kembali ke Indonesia karena masalah kesehatan (autoimun).


Ia mulai belajar tentang CAM (Complementary and Alternative Medicine) sebagai usaha untuk memerangi masalah autoimun yang dideritanya. Dengan 'sedikit' pengetahuan di bidang Kimia, Fisika, Mikrobiologi, tanaman herbal, perlahan-lahan ia mulai menyusun puzzle dan mencari keterhubungan di antara bidang-bidang tersebut. Saat ini pun ia masih belajar mengenai ekstraksi senyawa alkaloid dan flavonoid dari tanaman herbal, terapi panas, terapi listrik, refleksi, penggunaan probiotik dan prebiotik, dan lain-lain.  

>>>>>

Produk Kami

Suplemen ini dikembangkan setelah penulis terinfeksi virus pada bulan Maret yang lalu, walau mungkin banyak pembaca yang tidak mempercayainya, yah ini dikembalikan lagi kepada pembaca. Karena satu dan banyak hal, baik teknis (misal : pencarian jenis pelarut yang tepat) maupun non-teknis, proses pengembangan suplemen ini menjadi sangat lambat.

Suplemen yang kami jual merupakan oil supplement yang mengandung senyawa-senyawa flavonoid, alkaloid, dan medium chain carboxylic acid yang dipercaya dapat 'menargetkan dan melemahkan' perisai pelindung dari beberapa jenis virus. Kebanyakan perisai pelindung dari virus bersifat hidrofobik (menolak air), sehingga suplemen kami menggunakan medium minyak sebagai pelarut dari bahan-bahan aktif tersebut. Di samping itu, banyak senyawa organik memang bersifat cenderung non-polar.

Kami memiliki 2 jenis produk, yaitu

(1.) clear bronze oil supplement

Merupakan produk suplemen yang dibuat dari kombinasi 5 bahan alami yang 100% merupakan produk lokal (produk asli Indonesia), dan mengandung 9 bahan aktif. 


(2.) dark silver oil supplement

Merupakan produk suplemen yang dibuat dengan perbandingan 60% clear bronze dan 40% bahan impor dari Tiongkok, Arab, dan Afrika.


Selain mengandung senyawa yang aktif menyerang 'perisai' dari beberapa jenis virus, suplemen kami memiliki komponen yang bersifat immuno-modulator alami, yang berfungsi menyeimbangkan kekebalan tubuh yang dibutuhkan untuk suatu 'tugas' tertentu. Immuno-modulator dapat bersifat sebagai immuno-stimulator  (meningkatkan fungsi kekebalan tubuh) seperti dalam kasus-kasus infeksi ; maupun immuno supressor (menurunkan produksi antibodi) seperti dalam kasus alergi, pasca-transplantasi organ, atau kasus autoimun.

Produk kami dapat diserap dengan baik oleh sistem pencernaan, masuk ke peredaran darah untuk kemudian 'diangkut' ke tempat 'yang membutuhkan'. Produk kami juga tidak dimetabolisme menjadi bahan berbahaya seperti residu pada penggunaan antibiotik. Salah satu komponen senyawa dalam produk kami juga dapat menstimulasi mitokondria agar dapat bekerja lebih efektif. Fungsi mitokondria adalah untuk menghasilkan energi. Mitokondria yang bekerja efektif mampu membakar lemak (walaupun sedikit demi sedikit, karena glukosa akan dipakai lebih dahulu).


 
 
Berikut adalah kesaksian salah satu pengguna produk kami.
 



Adapun kronologi perkembangan kondisi konsumen kami
* tanggal 6 TES PCR POSITIF, masuk RS
* tanggal 9 mulai minum suplemen CNC Herbal
* tanggal 12 sudah MERASA sangat baik (minta tes tapi ditolak)
* tanggal 13 menjalani TES PCR
* tanggal 14 hasilnya masih positif, tetapi hal ini bisa jadi karena PCR terlalu sensitif dan hanya mendeteksi materi genetik virusnya saja tanpa bisa membedakan virusnya hidup atau mati
* tanggal 18 menjalani TES PCR lagi
* tanggal 21 hasil TES dinyatakan NEGATIF
* tanggal 22 keluar Rumah Sakit

Memang, tes PCR sangat sensitif dan sangat baik dalam identifikasi awal pasien COVID-19, tetapi untuk kereka yang telah sembuh, lucunya tes PCR menjadi kurang akurat. Mengapa demikian, akan dibahas di artikel selanjutnya. Bagi yang tertarik dengan produk kami,

Produk suplemen kami dapat dicari di Shopee Indonesia.

Kunjungi Twitter kami di CNC Herbal.

Featured Post

Jakarta PSBBBBBBBBBBBBBB lagi....

Akhirnya, setelah ramai-ramai didatangi massa pendemo dari luar Jakarta, yang kebanyakan berstatus pekerjaan tidak jelas, termasuk pelajar a...

Popular Posts