Perhatian : artikel mengandung pesan sponsor
Di artikel sebelumnya, telah dibahas bagaimana para ahli berpendapat bahwa coronavirus telah ada sejak jaman dinosaurus, jauh lebih lama sebelum manusia ada. Coronavirus juga dapat bermutasi sehingga memiliki beberapa perubahan karakteristik. Bukannya tidak mungkin, HCoV-SARS2 penyebab COVID-19 ini merupakan produk mutasi dari dari anggota coronavirus sebelumnya. Mutasi [yang berhasil] adalah kunci dari evolusi ; suatu proses panjang yang melibatkan adaptasi dan kompetisi. Ada fakta menarik seputar wabah COVID-19 ini, yaitu untuk pertama kalinya dalam 36 tahun, tidak ada wabah influenza di Afrika Selatan. Apakah ini akibat dari kompetisi antar virus? Entahlah. Influenzavirus dan coronavirus merupakan dua kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit flu pada manusia. Di masa lalu, 15% kasus flu yang terjadi merupakan ulah dari oknum anggota coronavirus yang tak bertanggung jawab. Tapi, kini salah satu oknum coronavirus telah bermutasi (seperti anggota X-MEN saja) dan menyusahkan pemerintahan di seluruh dunia. Walaupun penyakit COVID-19 ini dapat disembuhkan, tetapi terkadang proses penyembuhannya menyakitkan, dan kerusakan sel, jaringan, bahkan organ terkadang dapat terjadi apabila penanganannya terlambat. Paru-paru adalah organ yang terancam rusak secara langsung akibat virus. Tetapi, kenyataan bahwa paru-paru berperan dalam proses penyerapan oksigen, dan oksigen adalah zat yang sangat dibutuhkan, maka kerusakan paru-paru akan berdampak sistemik pada organ lainnya, misalnya otak, mata, hati, dan jantung.

Lalu, apakah ada cara untuk membunuh ataupun mengusir coronavirus dari tubuh kita secara efektif? Saya yakin ada. Bagaimana caranya? Dengan kolaborasi terapi. Apa itu kolaborasi terapi? Terapi yang menggabungkan treatment (metode) dari beberapa bidang.
Lalu, bagaimana caranya? Dalam buku Siasat Perang Sun Tzu, dikatakan bahwa kita harus memahami diri kita dan juga lawan yang akan kita hadapi sebelum 'maju berperang'. Berdasarkan 'nasihat' ini, maka kita harus tahu terlebih dahulu, mengenai seluk-beluk coronavirus. Berikut adalah klasifikasi grup coronavirus, berdasarkan klasifikasi dikotomi.
Di dalam Biologi, klasifikasi dikotomi memang bukanlah klasifikasi yang paling baik, tetapi sudah cukup untuk memberi deskripsi mengenai coronavirus. Perisai pelindung (envelope) dari coronavirus berjenis phospholipid bilayer. Perisai ini bersifat kedap air dan menolak air (hidrofobik). Inilah pentingnya untuk mencuci tangan dengan air dan sabun, karena air saja tidak akan cukup untuk menghanyutkan coronavirus mengingat karakteristik dari perisai pelindungnya.
Lantas, bagaimana cara membunuh coronavirus? Ya, teorinya, tinggal dihancurkan saja perisai pelindungnya. Apakah bisa? Jika di luar tubuh, hal ini bukanlah hal yang sulit. Berikut adalah penjelasan mengenai apa yang akan terjadi pada coronavirus jika terkena sabun dan air.
(1.) Coronavirus memiliki perisai pelindung yang tahan air dan juga menolak air (hidrofobik).
(2.) Molekul sabun memiliki 'kepala' yang bersifat hidrofilik (mengikat air) dan 'ekor' yang hidrofobik (membenci air).
(3.) Di dalam air, 'ekor' dari molekul sabun akan tertarik oleh 'cangkang' coronavirus.
(4.) Lalu, 'ekor' dari molekul-molekul sabun akan 'mengikat' atau menempel ke permukaan cangkang coronavirus.
(5.) Dengan perlakuan mekanis (seperti menggosok-gosokkan tangan), 'kepala' dari molekul sabun akan tertarik oleh air sementara 'ekornya' tetap terikat pada [sebagian] cangkang coronavirus, menariknya keluar hingga hancur / pecah.
(6.) Tanpa 'cangkangnya', partikel coronavirus kini hanyalah sepotong materi genetik tidak bermakna yang sudah tidak aktif lagi dan tidak bisa menyebabkan infeksi.
Menurut WHO, proses mencuci tangan yang direkomendasikan adalah sekitar 20 detik. Cukup lama memang. Selain molekul sabun, alkohol seperti etanol juga dapat merontokkan cangkang coronavirus dengan mekanisme serupa.

Seperti telah dikatakan, membunuh coronavirus itu mudah, jika virus berada di luar tubuh. Tetapi, jika di dalam tubuh menjadi lain cerita, karena kita tak dapat meminum sabun dan alkohol. Bahkan, walaupun anda bisa meminum alkohol pun, anda takkan bisa mencapai konsentrasi alkohol darah sebesar 60% (jika konsentrasi alkohol dalam darah mencapai 60%, artinya anda sudah tidak punya darah lagi). Dan alkohol itu haram. Lantas, bagaimana cara membunuhnya? Banyak meminum air hangat juga rasanya tidak efektif mencegah infeksi coronavirus karena dua alasan. Pertama, karena makanan akan melewati kerongkongan (esofagus), sedangkan coronavirus menginfeksi epitel / membran mukosal di sistem pernafasan, dari trakhea ke bawah. Esofagus dan trakhea adalah dua organ berbeda, walau orang awam menganggapnya sama : tenggorokan. Kedua, memang terkadang coronavirus bisa salah masuk ke saluran pencernaan, tetapi seperti disebutkan sebelumnya, coronavirus diselubungi perisai hidrofobik (menolak air), jadi hanya dengan meminum air tidak akan 'menghanyutkan' coronavirus, kecuali jika anda minum air sabun. Tetapi saya sangat tidak menyarankannya.
Jadi, bagaimana cara membunuhnya? Dengan menggunakan senyawa yang berkarakteristik serupa dengan dengan yang dijelaskan di atas. Tetapi, apakah senyawa tersebut ada? Tentu saja, alam sudah menyediakannya. Hanya karena kemajuan teknologi, obat tradisional telah mulai ditinggalkan. Padahal seiring kemajuan teknologi dalam menghasilkan obat-obatan muktahir (misal : antibiotik), mikroorganisme (misal : bakteri) juga akan bermutasi mengembangkan resistensi (kekebalan) terhadap obat tersebut. Tanaman obat, di satu sisi, relatif lebih efektif terhadap kuman yang yang mengembangkan resistensi, karena komposisinya terdiri dari banyak bahan aktif yang bekerja secara sinergis. Walau tidak bisa dipungkiri, bahwa tanaman obat juga memiliki beberapa kelemahan, misalnya dalam penentuan jenis dan dosis bahan aktif. Jadi, saya memulai melakukan penelusuran literatur dan percobaan dengan fasilitas seadanya, dan mencoba membuat suplemen yang diyakini bisa melawan coronavirus.
Adapun senyawa yang terdapat dalam tanaman obat sebisa mungkin diharapkan memenuhi kriteria berikut :
- senyawa yang memiliki 'kepala' dan 'ekor'
- senyawa yang memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik
- senyawa yang [kalau bisa] lolos dari proses pencernaan, sehingga tidak mengalami perubahan struktur molekul
- senyawa yang dapat diserap oleh usus dengan mudah
- senyawa yang bisa masuk dan melarut dalam darah agar bisa didistribusikan
- senyawa yang [jika mungkin] tidak dimetabolisme oleh tubuh menjadi 'limbah' yang berbahaya, misalnya kolesterol atau bahkan residu
- jika mungkin, tidak sulit untuk dibuat
(beberapa bahan aktif yang terkandung dalam CNC suplemen)
Adapun bahan aktif yang terdapat dalam suplemen kami tidak dapat dirinci secara spesifik karena alasan kerahasiaan. Kami hanya bisa menginformasikan bahwa senyawa tersebut merupakan senyawa-senyawa alami yang termasuk dalam senyawa kelompok flavonoid, alkaloid, dan carboxylic acid. Silahkan kunjungi bagian about us untuk informasi lebih lanjut.
Jika tertarik, produk suplemen kami dari CNC Herbal dapat dicari di Shopee Indonesia.
>>>>>
TERAPI PANAS
Pada jaman dahulu kala, ada seorang filsuf Yunani bernama Hippocrates (460 - 375 SM). Ada pernyataannya yang cukup terkenal yaitu "berilah aku kemampuan untuk mengendalikan demam, dan akan kusembuhkan berbagai macam penyakit.". Jelaslah bahwa metode ini adalah metode terapi panas, karena demam hampir selalu disertai oleh kenaikan suhu tubuh. Pada abad pertengahan, metode ini perlahan mulai dilupakan, apalagi setelah revolusi industri. Seiring perkembangan jaman, di mana mulai muncul berbagai bidang keilmuan baru seperti Mekatronika, penelitian di bidang Fisika Medis menunjukkan bahwa berbagai macam penyakit (walau, tidak semua penyakit) dapat disembuhkan dengan terapi panas. Ada berbagai macam 'terapi panas' yang dapat dilakukan, yang akan saya rinci lebih lanjut di bagian akhir. Bagaimanapun, ketika tubuh seseorang mengalami demam, memang suhu tubuh akan naik, tetapi hal ini juga akan disertai oleh reaksi inflamasi. Reaksi inflamasi yang berbahaya sangatlah tidak kita inginkan, karena bisa mengancam nyawa sang penderita atau bisa mengakibatkan beberapa komplikasi (misal, berkurangnya fungsi mata bahkan sampai menjadi idiot). Sehingga, 'terapi panas' di sini justru sebisa mungkin tidak melibatkan reaksi inflamasi. Dalam arti lain. 'terapi panas' dilakukan dengan menggunakan suatu sumber energi yang berasal dari luar. Jerman adalah negara yang menaruh minat sangat besar terhadap potensi terapi panas ini.

(mengisi waktu dengan melakukan terapi panas di bandara)
Lalu, apakah terapi panas ini akan efektif terhadap coronavirus? Saya yakin jawabannya IYA. Seperti telah disebutkan oleh Sun Tzu, mari kita lihat kembali beberapa fakta mengenai coronavirus. Coronavirus telah ada sejak jaman purbakala, memiliki lapisan pelindung yang disebut phospholipid bilayer. Coronavirus menginfeksi saluran pernafasan, lebih tepatnya epitel sel / membran mukosal. Coronavirus dapat menginfeksi beberapa spesies sekaligus, sebagai bukti dari kehebatan evolusinya. Ada ratusan (jika tidak ribuan) spesies yang dapat terinfeksi oleh coronavirus, tetapi jika dipelajari lebih lanjut maka semuanya ternyata memiliki suatu pola : hewan-hewan tersebut berasal dari golongan aves dan mammalia. Lantas, apa persamaan antara hewan golongan aves (burung) dan mammalia?
(sebagian kecil ikan yang memiliki retia mirabilia dapat mempertahankan suhu tubuhnya)
Ya, mammalia dan aves sama-sama merupakan hewan berdarah panas. Coronavirus dapat menginfeksi berbagai spesies, terlepas dari struktur reseptor tiap spesies yang berbeda-beda. Namun begitu, semua hewan [dan juga manusia] yang bisa diinfeksi oleh coronavirus (bahkan termasuk natural reservoirnya) sama-sama berdarah panas. Artinya, semua makhluk yang dapat terinfeksi memiliki range suhu tubuh tertentu. Dengan kata lain, coronavirus sangat sensitif terhadap temperatur, dan hanya dapat hidup pada range temperatur yang sempit. Inilah alasan mengapa nenek bilang sup hangat dapat menyembuhkan penyakit flu, mungkin ada benarnya juga.Lalu, berapakah kisaran suhu tubuh mammalia dan aves? Tabel berikut menampilkan suhu tubuh dari beberapa hewan.

Dari literatur dapat dikatakan bahwa suhu tubuh mammalia berkisar antara 36 - 40 °C, dan aves di antara 38 - 42 °C. Kelelawar, makhluk yang dicurigai sebagai inang asal (natural reservoir) dari virus penyebab COVID-19, suhu tubuhnya dapat mencapai 106 °F (41 °C) ketika sedang terbang. Sehingga, penderita coronavirus (SARS, MERS, maupun COVID-19) yang parah akan mengalami demam tinggi sebagai upaya tubuh untuk 'memerangi' virus. Sayangnya, virus ini sudah 'terbiasa' dengan suhu 41 °C yang bagi manusia ini sudah termasuk demam yang parah. Jadi, pasien tersebut akan membutuhkan suhu yang lebih tinggi lagi daripada 41 °C untuk melawan si coronavirus ini. Saya berteori, bahwa setidaknya diperlukan suhu 43,5 °C untuk melemahkan coronavirus. Dan kita tidak mau panas tinggi ini datang dari reaksi inflamasi. Jadi, energi panas harus diberikan dari luar. Tetapi, bagaimana caranya? Ada beberapa alternatif yang mungkin.
(1.) Berendam Dalam Air Panas
Keuntungannya adalah, saat ini banyak rumah yang diperlengkapi dengan bath tub. Suhu air pun dapat di-setting. Kekurangannya adalah, perlu diingat bahwa air memiliki massa jenis 1000 kg/m³ dan kalor jenis 4200 J / kg °C. Artinya, air hangat akan mentransfer panas dalam jumlah besar ke tubuh, dan ini dapat mengakibatkan heat stroke, terutama pada orang berusia lanjut.
(2.) Masuk ke Sauna
Ada dua jenis sauna, basah dan kering. Sauna basah lebih disarankan daripada sauna kering, karena udara panas (dan uap air) akan langsung masuk ke saluran pernafasan, dan juga ke paru-paru, dan terjadi 'kontak' dengan virus. Udara jenuh di dalam ruang sauna juga akan memberikan energi sekitar 2300 J per gram uap air yang mungkin akan ditransfer ke virus tersebut. Ini adalah jumlah yang cukup besar, dan mungkin bisa membunuhnya atau melemahkannya. Kekurangannya adalah, udara jenuh yang terkondensasi di dalam paru-paru dapat menutup beberapa alveoli, walaupun jika hanya sebentar (di bawah 20 menit, tergantung suhu) hal ini tidak terlalu masalah. AIr yang terkondensasi di paru-paru juga menjadikan paru-paru lebih rentan terhadap infeksi jamur.
(3.) Radiasi Inframerah
Sinar inframerah dibagi menjadi 3 golongan : inframerah gelombang panjang, menengah, dan pendek. Masing-masing memiliki karakteristiknya. Terapi dengan inframerah dinilai dapat bermanfaat untuk proses penyembuhan. Keuntungannya adalah, spektrum inframerah dapat menembus jaringan kulit, lemak, dan otot. Kekurangannya adalah, lampu inframerah hanya bisa dipakai maksimum 10 menit (biasanya 7 menit) lalu harus didinginkan, walaupun ini juga tergantung tipenya. Sehingga, untuk terapi yang efektif dibutuhkan 2 - 3 buah lampu identik yang dipakai bergantian. Juga, harga lampu inframerah cukup mahal dan umurnya pendek.
PENUTUP
Coronavirus yang sudah ada sejak lama mungkin bisa dikendalikan dengan kombinasi terapi antara tanaman tradisional dengan terapi panas. Hal ini dapat dideduksi dari sifat dan karakteristik coronavirus itu sendiri. Dan inilah, yang kami (CNC Herbal) lakukan. Produk suplemen kami dapat dicari di Shopee Indonesia. Seiring dengan semakin majunya peradaban manusia, keberadaan alam justru malah semakin dilupakan. Padahal alam adalah ciptaan Tuhan, Allah Yang Maha Bijaksana. Seharusnya ilmu pengetahuan mempelajari alam dengan arif dan seksama agar dapat hidup harmonis dengan alam. Terima kasih telah berkenan membaca artikel ini.
Referensi
https://www.nature.com/articles/d41586-020-00180-8
https://www.news24.com/news24/southafrica/investigations/for-the-first-time-in-36-years-there-will-be-no-flu-season-in-south-africa-20200807
https://www.goldennumber.net/body-temperatures/
https://www.nbcnews.com/health/health-news/new-clue-found-why-bats-spread-viruses-dont-get-sick-n81321
Tidak ada komentar:
Posting Komentar